Thursday 10 January 2013

Peran Wartawan dalam Isu Kesehatan Remaja


Peran sentral remaja sebagai generasi penerus bangsa dan agent of change  menjadikan remaja menjadi lebih menarik dan tidak pernah lepas menjadi objektifikasi media. Hal ini mengakibatkan remaja sangat rentan dan berpotensi mengalami tindakan diskriminasi dan stigmatisasi, yang semuanya berakibat kepada rentannya remaja untuk mengakses informasi dan layanan kesehatan yang baik (Youth Friendly).

Perilaku seksual pra nikah telah menjadi bagian dari kehidupan remaja di Indonesia. Aktifitas seksual tersebut mulai berciuman bibir, meraba-raba dada, menggesekkan alat kelamin (petting) hingga berhubungan badan. Statistik data akses layanan kesehatan reproduksi remaja Mitra Citra Remaja PKBI JABAR (2011) menunjukkan bahwa sekitar 28% dari 285 remaja di Indonesia telah melakukan aktivitas seksual di luar nikah, dan 6%nya dikarnakan remaja dipaksa melakukan aktivitas seksual oleh pasangannya. Berdasarkan hasil penelitian Annisa Foundation pada tahun 2006 yang melibatkan siswa Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Umum di Cianjur terungkap bahwa 42,3% pelajar telah melakukan hubugan seks yang pertama saat duduk di bangku sekolah. Beberapa dari siswa mengungkapkan bahwa dia melakukan hubungan seks tersebut berdasarkan rasa suka tanpa ada paksaan.

Dampak berikutnya adalah kehamilan tidak diinginkan yang mendorong terjadinya aborsi. Data WHO menyebutkan bahwa 15 - 50% kematian ibu disebabkan karena pengguguran kandungan yang tidak aman. Departemen Kesehatan RI mencatat bahwa setiap tahunnya terjadi 700 ribu kasus aborsi pada remaja atau 30% dari total 2 juta kasus dimana sebagian besar dilakukan oleh dukun (unsafe abortion). Dari penelitian yang dilakukan PKBI tahun 2005 di 9 kota mengenai aborsi dengan 37.685 responden, dimana 27 % dilakukan oleh klien yang belum menikah dan biasanya sudah mengupayakan aborsi terlebih dahulu secara sendiri dengan cara meminum jamu khusus. Sementara 21,8 % dilakukan oleh klien dengan kehamilan lanjut dan tidak dapat dilayani permintaan aborsinya.

Data dari Directorate General CDC & EH, Ministry of Health, Republic of Indonesia mengungkapkan bahwa per 31 Desember 2011 dilaporkan terdapat 28.757 kasus HIV dan AIDS dimana 1069 kasus terjadi pada remaja usia 15 – 19 tahun (98 kasus karena penggunaan narkoba suntik), 13.053 kasus terjadi pada remaja usia 20 – 29 tahun (14.775 kasus karena hubungan heteroseksual). Artinya, 1 dari 2 penderita HIV dan AIDS adalah remaja berusia 15 – 29 tahun.

Salah satu cara untuk mengintervensi penurunan kasus ini adalah dengan menyediakan akses informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual yang berperspektif gender dan berbasis hak bagi remaja. Peran media dan wartawan pada khususnya sangat penting dalam penyebaran informasi dan isu-isu kesehatan reproduksi remaja ini. Pemberitaan yang sensitif dan memiliki pesan yang kuat akan membangun keberpihakan terhadap kebutuhan kesehatan reproduksi dan seksual remaja sehingga dapat mendorong kepedulian banyak pihak terutama pemerintah dan wartawan dalam menyangkut isu ini.

Wartawan adalah aktor kunci yang dapat membantu melakukan pendidikan terhadap publik termasuk melakukan advokasi (pembelaan) terhadap pemenuhan hak-hak reproduksi dan seksual remaja. Tentu saja peran berharga ini akan dapat dijalankan jika wartawan memahami konteks isu kesehatan reproduksi dan seksual remaja serta ditunjang dengan data-data yang relevan (evidence base).


0 komentar: