Pada awalnya konseling teman sebaya muncul dengan
konsep dasar peer Helping yang dimulai pada tahun 1939
untuk membantu para penderita alkoholik (Carter, 2005: 2). Dalam konsep
tersebut diyakini bahwa individu yang pernah kecanduan alkohol, dan memiliki
pengalaman berhasil mengatasi kecanduan tersebut akan lebih efektif dalam membantu
individu lain yang sedang mengatasi kecanduan alkohol. Dari tahun ke tahun
konsep teman sebaya terus merambah kesejumlah seting dan isu. Konsep dasar peer helper ini
sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Carkhuff yang mengatakan “All
relationship are helping relationship. It depends on the helping skills you
have” (Carkhuff, Pierce & Cannon, 1980; Aldag Mine. 2005: 20).
Pada dasarnya konseling teman sebaya merupakan suatu
cara bagi siswa belajar bagaimana memperhatikan dan membantu anak lain, serta
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Carr, 1981 : 3). Sementara itu,
Tindall dan Gray (1985 : 5) mendefiisikan konseling teman sebaya sebagai suatu
ragam tingkah laku membantu secara interpersonal yang dilakukan oleh individu
nonprofessional yang berusaha membantu orang lain. Menurut Tindall & Gray,
konseling teman sebaya mencakup hubungan membantu yang dilakukan secara individual
(one-to-one helping relationship), kepemimpinan kelompok, kepemimpinan
diskusi, pemberianturorial, dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu atau menolong.
Definisi lain menekankan konseling teman sebaya sebagai suatu metode, seperti
yang dikemukakan oleh Kan (1996: 3) “peer counseling is the use problem
solving skills and active listening, to support people who are our peers”.
Meskipun demikian, Kan mengakui bahwa keberadaan konseling teman sebaya
merupakan kombinasi dari dua aspek yaitu teknik dan pendekatan. Berbeda dengan
Tindall dan Gray, Kan membedakan antara konseling teman sebaya dengan dukungan
teman sebaya (Peer Support). Menurut Kan peer support lebih
bersifat umum (bantun informal: saran umum dan nasehat diberikan oleh dan untuk
teman sebaya) sementara peer counseling merupakan suatu merode
yang terstruktur. Menurut Kan (1996), elemen-elemen pokok dari konseling teman
sebaya adalah.
Premis dasar yang
mendasari konseling teman sebaya adalah bahwa pada umumnya individu mampu
menemukan solusi-solusi dari berbagai kesulitan yang dialami, dan mampu
menemukan cara mencapai tujuan masing-masing.
Kenyataan bahwa Peerhelper adalah seorang teman sebaya dari remaja sekolah yang
menyediakan kontak diantara keduanya antara konselor sekolah dengan remaja
lain, memiliki pengalaman hidup yang sama yang memungkinakan membuat rileks,
memungkinkan bertukan pengalaman dan menjaga rahasia tentang apa yang
dibicarakan dan dikerjakan dalam pertemuan tersebut. Terdapat kesamaan
kedudukan (equality) antara Peer helper dengan konseli,
meskipun peran masing-masing berbeda, mereka berbagi pengalaman dan bekerja
berdampingan. Semua teknik yang digunakan dalam konseling teman sebaya
membatu konseli dalam memperoleh pemahaman dan pengalaman tentang dirinya,
mendorong sumber-sumber kreativitas, membantu konseli menyadari emosi,
keinginan, dan kebutuhan-kebutuhannya. Keputusan tentang kapan akan
memulai dan mengakhiri serta di mana akan dlakukan konseling teman sebaya,
terletak pada konseli. Seorang teman sebaya dapat berupa seseorang dalam
situasi atau kondisi yang sama, atau seseorang dengan usia sebaya, atau
seseorang dengan latar belekang, dan budaya yang sama.
Benang merah yang dapat ditarik dari berbagai pendapat
mengenai pengertian dari konseling teman sebaya adalah bahwa: a) konseling
teman sebaya merupakan ragam tingkah laku saling memperhatikan dan saling
membantu di antara teman sebaya, b) kegiatan saling bantu tersebut dilakukan
oleh indvidu non-profesional di bidang helping, c) kegiatan
tersebut berlangsung dalam kehidupan sehari-hari, d) keterampilan yang
dibutuhkan dalam kegiatan membantu tersebut adalah keterampilan mendengarkan
secara aktif, dan keterampilan problem solving, e) kedudukan antara
individu yang membantu dan individu yang dibantu adalah setara (equal)
(Suwarjo, 2005: 27). Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dalam penelitian
ini peer helping dimaknai sebagai aktivitas saling membantu
dan memperhatikan secara interpersonal di atanra sesama remaja sebagai siswa,
yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, dengan menggunakan
keterampilan mendengarkan aktif dan keterampilan problem solving,
dalam kedudukan setara (equal) di antara teman sebaya tersebut.
Teman sebaya atau peers adalah
anak-anak dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama. Konseling
sebaya merupakan suatu bentuk pendidikan psikologis yang disengaja dan
sistematik. Konseling sebaya memungkinkan siswa untuk memiliki
keterampilan-keterampilan guna mengimplementasikan pengalaman kemandirian dan
kemampuan mengontrol diri yang sangat bermakna bagi remaja secara khusus
konseling teman sebya tidak memfokuskan pada proses berfikir, proses-proses
perasan dan proses pengambilan keputusan. Dengan cara yang demikian, konseling
sebaya memberikan kontribusi pada dimilikinya pengalaman yang kuat yang
diburuhkan oleh para remaja yaitu respect. (Carr, 1981 : 4).
Kadang kala penggunaan istilah dalam menyebutkan
bimbingan sebaya ini menimbulkan kekhawatiran bagi beberapa orang, karena
khawatir berkonotasi sama dengan istilah yang ada pada bidang helper professional.
Selain itu, Beberapa orang menyebut peer helper dalam
penelitian yang diangkat oleh peneliti istilahnya di generalkan menjadi peerhelper, ataupun diberbagai seting lain dikenal dengan sebutan “peer
facilitation”, “peer mediation”, “peer conflict resolution”,
dan “peer education”. Maka dari itu, diperlukan adanya penegasan dalam
mendefinisikan istilah untuk yang menjadi sosok peer helper itu
sendiri yang bukanlah merupakan bantuan professional namun termasuk pada
paraprofesional ketika konseling sebaya ini berfungsi sebagai pemberi bantuan
bagi seseorang yang dalam hal ini “sebaya” yang menceritakan pengalamanya,
nilai yang dimilikinya, serta gaya hidup yang ada pada dirinya. Dengan
demikian, paraprofessional peer counseling di anggap sebagai
suatu proses dimana individu yang berbagi kesamaan dalam hal; karakteristik,
keyakinan, serta nilai yang dimilikinya dengan teman sebayanya, dalam hal ini
memiliki kesamaan pada pendidikan dan pengalaman hidup, serta hidup dalam
populasi yang sama.
Pada kesimpulannya, meskipun ada perbedaan dalam nama,
tanggung jawab, serta prosedur yang sangat terkait dengan seting pelaksanaannya
namun memiliki kesamaan dalam asumsi dasar, yaitu individu dalam hal ini remaja
memberikan bantuan pada remaja lainnya dengan menggunakan keterampilan
komunikasi serta intrapersonal yang dimilikinya.
Konseling teman sebaya dianggap penting karena pada
dasarnya sebagian besar remaja lebih sering membicarakan masalah-masalah mereka
dengan teman sebaya dibandingkan dengan orang tua, atau guru disekolah, untuk
masalah yang dianggap sangat seriuspun mereka bicarakan dengan teman sebaya
mereka. Apabila terdapat remaja yang akhirnya menceritakan masalah serius yang
mereka alami kepada orang tua, atau guru, biasanya karena sudah terpaksa
(pembicaraan dan upaya pemecahan masalah bersama teman sebaya megalami jalan
buntu). Hal tersebut terjadi karena remaja memiliki keterkaitkan serta ikatan
terhadap teman sebaya yang kuat. Kelekatan yang terjadi antra remaja antara
lain karena remaja merasa bahwa orang dewasa tidak dapat memahami mereka dan
mereka yakin bawa hanya sesama merekalah dapat saling memahami. Keadaan yang
demikian sering menjadikan remaja sebagai suatu kelompok yang eksklusif.
Fenomena ini muncul sebagai akibat dari berkembangnya karekterstik personal
fable yang didorong oleh perkembangan kognitif dalam masa formal
oprations (Steinberg, 1993: Santrock ,2004: 204). Keeratan, keterbukaan dan
perasaan senasib di antara sesama remaja dapat menjadi peluang bagi upaya
memfasilitasi perkembangan remaja. Pada sisi lain, beberapa karekateristik
psikologis remaja (emosioal, & labil) juga merupakan tantangan bagi
layanan yang memanfaatkan peer helper.
Kerangka Pemikiran Konsep PeerHelper
Salzer and his Associates (2002. Aldag, 2005 :4)
mengemukakan lima teori yang mendasari Peer Delivered services,
yaitu: teori dukungan sosial, experience knowledge, helper-therapy,
teori pembelajaran sosial, dan teori perbandingan sosial. Studi lain yaitu social
interest yang dikemukakan oleh Adlerian menjelaskan mengenai pelatihan peer
helper, bahwa dalam perkembangannya teori Adler menyatakan bahwa dengan
menolong antara sesama akan meningkatkan rasa kebersamaan dan rasa saling
kebergantungan (Interdependence) antara individu. Pendapat lain
menyetakan bahwa, dengan menolong sesamanya, individu membantu dirinya untuk
mengembangkan sense of being and living (Aldag, 2005: 4).
Terlepas dari penelitian mengenai peer helper,
diperlukan adanya beberapa teori yang benar-benar menjadi dasar pengembangan
dan asumsi awal mengenai peer helper. Konsep mengenai peer
helper dalam Family Health International (2006;
Aldag, 2005:17) mengemukakan asumsi serta dasar pengambangan peer
helper, yaitu:
1) Social Learning Theory (Bandura). Dimana teori ini mengemukakan bahwa manusia merupakan
model bagi manusia lainnya, dan beberapa orang (significant other)
memiliki pengaruh untuk mendatangkan perubahan pada diri inidividu, baik itu
secara nilai-nilainya maupun persepsi mereka,
2) Theory of Reasoned Action, menyatakan bahwa satu elemen yang paling mempengaruhi perubahan perilaku
pada diri suatu individu mengenai orang lain disekitanya terletak
pada bagaimana norma sosial serta persepsi yang dimiliki.
3) Diffusion of innovation Theory, menyatakan bahwa orang yang dapat dipercaya (dalam hal ini adalah pemimpin)
dari suatu populasi merupakan seseorang yang membahwa perubahan pada perilaku
melalui pemberian informasi, dan mempengaruhi norma dalam kelompok pada suatu
komunitas
4) Health Belief Model, menjelaskan bahwa perilaku yang sehat yang ada pada diri seorang individu dirasakan pada perasaan kelemahan, kesenjangan, serta
keuntungan. Karena itu, jika seseorang mendasarkan diri pada hasil yang baik,
maka dirinya akan mengambil suatu hasil yang baik pula.
Berbagai macam teori yang dikemukakan di atas bukanlah
menjadi sesuatu hal yang bertolak belakang antara satu dengan yang lainnya.
Teori-teroi dasar yang dikemukakan merupakan suatu upaya dalam memahami konsep peer
helper secara lebih mendalam.
0 komentar:
Post a Comment