Anak yang menjadi korban kasus kekerasan seksual di
Indonesia saat ini setiap menunjukan angka yang cukup tinggi. Data yang
ditunjukan oleh UNICEF1 menunjukan sepanjang tahun 2010 bahwa
terdapat 646 anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Data tersebut juga diperkuat
oleh data Komnas PA mengenai persentase
peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap anak yaitu 2-3% setiap tahunnya.
Dari berbagai kasus terkait kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi 2, seringkali di tangani secara tidak tepat. Hakim dalam memutuskan perkara selalu berfokus pada pemberian hukuman pidana berupa penjara dan denda bagi para pelaku dan tidak mempertimbangkan hak-hak untuk korban kekerasan.
Saat ini (25/5/2016) Presiden Joko Widodo telah menyetujui
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) mengenai penambahan sanksi hukuman bagi pelaku
kekerasan seksual yang dilakukan pada anak. Perppu ini lebih dikenal dengan
istilah Perppu kebiri, dikarnakan salah satu hukuman tambahannya mengatur soal
hukum kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Perppu ini sebagai
bagian dari respon pemerintah terkait dengan tingginya angka kekerasan seksual
yang terjadi pada anak. Namun, sama halnya dengan penanganan kasus-kasus
sebelumnya respon pemerintah hanya berfokus pada penambahan hukuman bagi pelaku
kekerasan. Lalu bagaimana penanganan terhadap korban kekersan ataupun pelaku
kekerasan seksual yang berada pada usia anak?
Undang-undang mengenai perlindungan anak no.23 tahun 2002 menjelaskan dalam pasal 17
ayat 2: “Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau
yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan”. Apakah hanya itu? mungkin
pemerintah merasa bahwa pemerintah hanya perlu melindungi setiap anak yang
menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual untuk di rahasiakan, dan masalah selanjutnya adalah urusan pihak keluarga masing-masing.
Baik korban ataupun pelaku kekerasan seksual yang berada pada
usia anak, berhak mendapatkan penanganan yang lebih baik dari pemerintah
terkait dengan pemenuhan perlindungan terhadap anak. Diperlukan upaya yang
lebih komperhensif dalam merespon situasi darurat kekerasan seksual terhadap
anak. Dimulai dari upaya promotive, prefentif, kuratif dan rehabilitative perlu
dilakukan sebagai upaya terpadu yang perlu di atur oleh pemerintah. Pengaturan
akan berbagai upaya tersebut yang tercantum dalam undang-undang akan memperkuat
posisi dan peranan berbagai instansi pemerintah ataupun non pemerintah untuk
memutus mata rantai adanya pelaku anak baru dan korban anak baru terkait kasus
kekerasan seksual.
1UNICEF
(2012) Child_Poverty_and_Disparities
2 ICJR
(2016) pandangan dunia dan perilaku seksual ,hlm 3
0 komentar:
Post a Comment